Minggu, 04 Juli 2010

Teknik panahan di Desa Madobak



Teknik memanah di Desa Madobak
Berbeda dengan teknik panahan tradisional di Papua dan di Jawa Timur, teknik panahan di Jawa Timur memakai teknik berdiri dan duduk, di Papua memakai teknik menembak parabol. Sedangkan di Mentawai hampir sama dengan teknik memanah modern dari segi menembak.
a. Posisi awal
Awal dalam sebuah teknik atau gerakan akan menentukan hasil yang ingin dicapai. Dalam penjelasan di bawah ini akan dijelaskan proses awal sampai akhir di Mentawai. Proses awal yang dilakukan berupa pemasangan tali panah, sebab panah di Mentawai dilepas talinya setelah digunakan. Pemasangan tali panah menggunakan gaya tarik dan tumpuan busur ke panah. Bagian tengah busur ditekan dengan kaki. Setelah melengkung tali bagian atas dipasanga atau ditambatkan ke bagian busur panah yang sudah dirancang untuk menyangkutkan tali panah.

Foto 19 sebelah kiri cara menyandang perlengkapan panahan, foto 20 sebelah kanan memasang tali panah dengan cara tarik dan dorong

b. Mengambil anak panah dari tabung dan persiapan
Tabung anak panah digantung di kiri atau di kanan bahu. Tutup tabung dibuka dan mengambil anak panah dengan hati-hati. Sebab posisi anak panah atau ujung panah mengarah ke atas tabung. Berbeda dengan penempatan anak panah modren yang ujung anak panah mengarah ke bawah tabung, Maksud ujung anak panah mengarah ke atas tabung adalah memudahkan anak panah mana yang akan digunakan sebab ujung anak panah berbeda-beda. Di Mentawai ada yang ujungnya logam, ada yang runcing, ada yang bercabang tiga dan ada yang tumpul. Dari bermacam ujung anak panah ini mempunyai manfaat tersendiri.

Foto 21 sebelah kiri pengambilan anak panah dari tabung, foto 22 kanan sebelum
Melakukan proses-proses memanah

Ujung logam digunakan untuk memanah babi dan rusa, ujung yang runcing dari batang ariribuk untuk menembak monyet, ujung yang tumpul untuk menembak burung, ujung yang bercabang untuk memanah penyu dan ikan. Isi tabung dituangkan kearah bawah setelah ujung-ujung anak panah keluar dari tabung baru dipilih mana yang akan dipakai. Isi anak panah dalam tabung beragam ada yang 50 pertabung ada yang 40 ada yang hanya 20. Dari keseluruhan isi tabung anak panah yang ada di dalam beragam.Setelah mengambil anak panah yang diinginkan dengan hati-hati dikeluarkan untuk menghindari tertusuk atau luka. Anak panah bagian belakang disangkutkan ke tali busur, tangan kiri memegang busur bagian tengah.
c. Posisi kaki
Posisi kuda-kuda juga dipakai dalam teknik memanah di Mentawai, tergantung menggunakan tangan apa yang akan menarik anak panah, jika dengan tangan kanan kaki kiri akan di depan. Jika menggunakan tangan kiri, kaki kanan akan di depan. Kaki kiri posisinya di depan dan kaki kanan di belakang. Jarak antara dua kaki lebih kurang 30 cm. Lutut sedikit di tekuk. Posisi kaki ditentukan apa yang akan di tembak, menembak sasaran yang tinggi dan menembak sasaran yang datar atau yang rendah

Foto 23 kiri posisi kaki, foto 24 tengah posisi awal, foto 25 kanan posisi kaki saat memasang
Tali panah

d. Pegangan tangan dengan busur
Pegangan tangan dengan busur membutuhkan posisi yang baik dan butuh tenaga saat menahan busur. Tangan yang satu lagi menarik anak panah, busur bagian tengah di pegang oleh tangan kiri, genggaman tangan dengan ibu jari menahan bagian busur belakang.

Foto 26 27. Pegangan tangan dengan busur, dan penempatan anak panah
Di sela-sela jari

e. Memasang anak panah pada tali dan menempatkannya pada busur
Anak panah bagian belakang disangkutkan di tali panah, Penempatan anak panah di samping busur jauh beda dengan panahan modren, pada busur modren sudah dibuat tempat penempatan anak panah, sedang pada panahan tradisional Mentawai tangan yang memegang busur sebagai penempatan anak panah, anak panah diselipkan di sebelah kanan busur, diselipkan di jari telunjuk yang sudah dibentuk bulat. Masing-masing orang atau individu di Mentawai menggunakan gerakan-gerakan yang berbeda dengan teknik yang sama.

Foto 28 29. Memasang anak panah pada tali dan penempatannya di busur

f. Menarik anak panah
Posisi tangan yang memegang anak panah dan yang akan menarik tali membutuhkan irama dan teknik yang baik. Ibu jari dan telunjuk digunakan untuk menarik anak panah. Tali panah ditarik oleh ketiga jari yang lain, jari tengah, jari manis dan jari kelingking. Menarik tali membutuhkan tenaga ekstra kuat. Tangan yang memegang busur juga ikut mendorong pada saat melakukan penarikan.
Di Mentawai posisi badan saat melakukan panahan agak sedikit membungkuk ke depan berbeda dengan teknik posisi tubuh panahan modern. Badan yang membungkuk dipengaruhi oleh kebiasaan sehari-hari, karena masyarakat Mentawai melakukan panahan untuk berburu. Dalam berburu kebiasaan membungkukkan badan berguna untuk menghindari terlihatnya dari sasaran atau hewan buruan

Foto 30 31 32. Proses penarikan anak panah oleh infofman penelitian


g. Melepaskan anak panah dan posisi akhir
Setelah menarik anak panah dan mengarahkan ke hewan buruan atau sasaran, tangan yang menarik anak panah secara serentak melepaskan anak panah dan tali panah. Gerakan yang seirama saat melepaskan anak panah sangat dibutuhkan, pegangan tangan dengan busur harus erat. Telunjuk yang dibuat melingkar harus bisa melepaskan anak panah dengan akselerasi yang baik. Cengkeraman jari telunjuk di tangan yang memegang busur tidak boleh terlalu erat, karena jika terlalu erat akan menahan anak panah yang sedang meluncur. Setelah anak panah meluncur busur panah langsung diturunkan dengan posisi tangan lurus ke bawah. Dalam panahan tradisional Mentawai tidak memakai pelindung tangan atau pelindung-pelindung lain seperti pada alat-alat panahan modern.

Foto 33 kiri menarik dan di lepaskan anak panah,
Foto 34 kanan posisi akhir

Untuk apa masyarakat Desa Madobak Melakukan panahan

Untuk apa Masyarakat Desa Madobak Melakukan Panahan?
Setiap benda yang dibuat oleh masyarakat Desa Madobak mempunyai peran dalam kehidupan sehari-hari dan kegiatan sehari-hari yang dikerjakan berguna untuk memenuhi kebutuhan, hasil wawancara dengan Bapak Kansius kepala Dusun Ugai. Hari / tangal Rabu 26 Mei 2010 beliau mengatakan :
“Panah kami gunakan untuk jago tubu (jaga diri), untuk berburu ke hutan menembak monyet, rusa, babi hutan dan burung. Panah juga menjadi ciri kebudayaan kami”

Hal itu senada dengan yang di ungkapkan oleh bapak Apo Minai ketua pemuda Dusun madobak Madobak, wawancara Hari / tanggal Juma’t 28 Mei 2010 Bapak Apo Minai mengutarakan
“ Masyarakat madobak menggunakan panah untuk berburu dan mempertahankan diri, contohnya dalam keadaan sangat terdesak yang mengancam hidup kami akan menggunakan panah untuk melawan, dan kami juga menyimpan panah di rumah untuk berjaga-jaga, Dan ada juga perlombaan memanah setiap tanggal 17 Agustus”

Hal lain diungkapkan oleh tokoh masyarakat yang tua-tua, Bapak Sarimani menjelaskan wawancara Hari / tanggal Sabtu / 29 Mei 2010
“ Panuteteu mai siburu silogui rokau ia masipana sirimanua ele pasak gangan, etu sasoa amameng mengan taat anandi pasakgangan”

“ Nenek moyang kami pada zaman dahulu menggunakan panah untuk saling membunuh atau berperang antar suku di mentawai, jadi lebih aman saat sekarang ini tidak ada lagi yang saling membunuh”

Dari hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat semua jawaban hampir sama. Panahan digunakan untuk menjaga diri, berburu. Setiap rumah di Mentawai menyimpan panah di rumah untuk berjaga-jaga. Jika dalam keadaan terdesak panah tersebut akan digunakan. Yang perlu didalami, informan yang tua-tua menjelaskan panah pada zaman dahulu digunakan juga untuk saling membunuh. Perang atau saling membunuh terjadi antara suku aliran sungai di Mentawai. Madobak dengan Simatalu, Simalegi dengan Saibi, penduduk bagian pulau Utara dengan penduduk bagian selatan Pulau Siberut. Semua informan juga menjelaskan “saat ini kami sudah damai, karena kami juga takut dengan aturan pemerintah, jadi tidak ada lagi perang diantara kami pada saat sekarang”

Foto 18. Orang mentawai menyandang Panah saat bepergian ke hutan (sumber foto dari buku mainan bagi roh kebudayaan mentawai)

Masyarakat juga menggunakan panah untuk memeriahkan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Setiap tanggal 17 Agustus masyarakat juga memperlombakan panah. Siapa yang menang atau yang mahir menembak sasaran akan mendapatkan hadiah dari panitia. Panah yang disimpan dirumah akan digunakan dalam keadaan terdesak. Jika keluarganya terancam dengan gangguan apapun baik gangguan manusia atau hewan-hewan panah akan digunakan untuk membela diri. Dalam perburuan ke hutan banyak teknik yang digunakan, berburu seorang diri, berburu berkelompok. Ada hubungan kebudayaan dengan memanah di Mentawai, contohnya setelah pesta kematian tahap kedua, setahun setelah kematian. Peneliti melihat langsung di lapangan pesta kematian tahap kedua ini. Upacara yang dilakukan selama tiga hari tiga malam ini pada malam kedua dilakukan tari-tarian untuk memanggil roh-roh. Upacara atau pesta ini berlangsung sampai larut malam. Sehabis pesta dilakukan perburuan ke hutan secara berkelompok dengan kerabat laki-laki seuma dilakukan. Perburuan tanda pesta telah berakhir.

Foto 19. Orang Mentawai sedang memanah dan hasil buruan yang di dapat ( Sumber dari buku mainan bagi roh kebudayaan Mentawai)

Pembuatan panah di Desa Madobak

3. Pembuatan Panah di Desa Madobak, Kecamatan Siberut Selatan
Alat-alat panahan modren sudah dirancang sedemikian rupa, ukuran, bahan, sangat diperhatikan, Alat-alat panah modren susah dijangkau dengan harga jual yang tinggi. Alat-alat lain seperti anak panah, pelindung tangan, tabung anak panah sudah dibuat dan ditentukan dengan aturan-aturan untuk pertandingan. Pembuatan perlengkapan mengunakan mesin dengan bahan-bahan berkualitas untuk mendapatkan hasil yang bagus.
Dari tahun ke tahun alat-alat panahan modern berkembang dan banyak merek-merek yang dikuasai oleh perusahaan asing. Pembuatan-pembuatan alat-alat panahan sudah dirancang dengan ketentuan yang diatur, semua itu dilakukan untuk berkembangnya panahan yang sudah dilakukan oleh umat manusia dari dahulu kala. Berbeda jauh dengan panahan-panahan tradisional di tanah air. Di Papua, Jawa Timur dan Kepualauan Mentawai, panahan tradisional Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri.
Alat-alat untuk memanah di Mentawai mempunyai ciri khusus dengan bahan-bahan sebagai berikut: Busur panah dibuat dari batang paula (aren), tali busur dibuat dari kulit Baiko (kulit kayu Baiko) sejenis dengan bahan pembuat cawat/kabit (penutup aurat bagian bawah), anak panah dibuat dari dua bahan, bagian ujung yang runcing dibuat dari batang Ariribuk (sejenis aren berduri) dan bagian belakang anak panah terbuat dari batang Osi (sejenis batang pimping yang ringan). Tabung anak panah dibuat dari batang Bambu dibalut dengan pelepah daun sagu dengan tali tabung terbuat dari sabut buah kelapa yang dijalin rapi.

Foto 7 dan 8. Batang aren (sebelah kiri) dan Batang baiko (sebelah kanan) bahan baku pembuat
busur dan tali panah ( batang baiko di ambil kulitnya untuk dijadikan tali panah)
Alat-alat untuk membuat perlengkapan panah sebagai berikut: Kampak digunakan untuk menebang pohon aren, pohon ariribuk, pohon baiko dan membelahnya. Parang digunakan untuk merapikan semua bahan dari pohon-pohon tersebut. Baluguih (sejenis pisau kecil) batu asahan digunakan untuk mengasah busur panah. Kulit ikan pari digunakan untuk menghaluskan busur. Masyarakat Madobak tidak bisa menjelaskan sebelum benda-benda logam masuk ke Mentawai nenek moyang mereka menggunakan alat-alat apa. Ini menarik. Banyak teknik-teknik khusus yang digunakan orang Mentawai untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sebelum bahan tekstil masuk ke Mentawai, masyarakat memanfaatkan kulit kayu Baiko untuk menutupi tubuh mereka. Jadi dapat kita mabil patokan sebelum ada alat-alat logam masuk ke Mentawai, masyarakat Mentawai bisa memanfaatkan sumber daya alam di sekeliling mereka untuk memenuhi kebutuhan dan membuat alat-alat.

Foto 9, 10, 11. Alat-alat logam dimamfaatkan untuk membuat panah

Cara terperinci membuat busur panah di Desa Madobak, Masyarakat mencari batang paula (aren) ke hutan, batang paula dipilih yang sedikit melengkung untuk memudahkan membuat busur, setelah batang paula ditebang dengan kampak dan dipotong lebih kurang dua meter, lalu batang yang bulat dibelah menjadi belahan-belahan kecil sebesar kayu api, setelah di belah selanjutnya dirapikan menggunakan legeh (parang) sampai berbentuk bulat panjang yang kasar, sampai dirumah dirapikan dan di ukur sepanjang rentangan tangan orang dewasa. Setelah dipotong sepanjang 1,82 m atau menurut ukuran tubuh si pemakai, sebelum dihaluskan atau dirapikan, terlebih dahulu yang dikerjakan adalah membuat ujung busur yang pipih dan bulat dan dibuat penyangkut tali panah, setelah itu dijemur selama dua hari. Busur yang masih kasar digosok dengan kulit ikan pari, selanjutnya diasah menggunakan batu asahan supaya lebih rapi dan membentuk pola setelah itu dihaluskan menggunakan kulit durian hutan yang kesat dan berwarna merah, proses pembuatan busur ini juga menggunakan biluguih (pisau kecil) untuk merapikan ujung-ujung busur dan membentuk motif.

Foto 12. Gambar busur dan anak panah (1. Ujung busur bagian bawah 2. Tali panah 3. Bagian tengah busur diameter 3 cm 4. Ujung tali panah yang akan disangkutkan ke busur 5. Ujung busur bagian atas 6. Bagian belakang anak panah yang akan disangkutkan ke tali panah 7. Terbuat dari batang osi 8. Lilitan kulit kayu iptek untuk penguat 9. Sambungan batang osi dengan batang ariribuk, 10. Dibuat bulat untuk penyeimbang 11. Ujung anak panah yang dioleskan racun). Lukisan alloy sius


Foto 13. Busur panah dan ujung-ujungnya, dadi berbagai daerah aliran Sungai di Siberut (Sumber dari buku mainan bagi roh kebudayaan mentawai)
Langkah selanjutnya yag harus dilakukan adalah mencari kulit baiko (bahan cawat) ke hutan, dipilih batang baiko yang sudah tua untuk mendapatkan hasil yang baik, kulit baiko diambil menggunakan parang, kulit baiko dibawa pulang dan sesampainya dirumah diolah menjadi tali-tali kecil yang dijalin. Proses pengikatan tali dengan busur diperlukan kemahiran. Di ujung busur yang sudah dibuat tempat tali dan proses penyambungan tali digunakan sejenis pita dari kulit kayu iptek (sejenis tumbuhan yang kulitnya mengandung getah).

Foto 14 dan 15. Proses pembuatan anak panah oleh bapak sarimani, bapak sarimani adalah salah
Satu sikere (dukun) di desa madobak

Membuat anak panah perlu perhitungan dan memilih bahan-bahan yang berkualitas. Proses awal yang dilakukan mengambil batang Osi (sejenis pimping ringan) yang lurus dan berdiameter lebih kurang 1 cm. Selanjutnya menebang batang arirubuk (sejenis aren berduri), batang ariribuk dibelah menjadi potongan-potongan kecil sepanjang 15 cm, dengan ukuran sebesar telunjuk. Batang osi dijemur selama 3-4 hari, setelah itu dipotong sepanjang 40 cm. Langkah selanjutnya membentuk ujung anak panah dari batang ariribuk, dibuat berbentuk runcing, ujung anak panah yang runcing dibuat garis-garis melingkar yang manyatu. Ini dilakukan untuk tempat menempelkan racun, proses penyambungan ujung anak panah dengan Osi menggunakan kulit kayu iptek supaya erat dan tidak mudah terlepas.

Foto 16. Gambar bagian atas ( Sebelah kiri, piring kayu untuk mengiling ramuan racun panah garis tengah 70 cm, Sebelah kanan alat-alat peremas ramuan) Gambar bagian bawah (Jenis anak panah untuk bermacam hewan buruan). Sumber dari buku mainan bagi roh kebudayaan mentawai

Ujung anak panah yang dioleskan racun motifnya berbeda antar suku di Mentawai. Pembuatan anak panah dan omay (racun di ujung anak panah) ada aturan dan pantang-pantang yang harus dipatuhi pada saat membuat racun. Yang membuat tidak boleh tidur bersama istri, tidak boleh makan belut, tidak boleh minum air mentah, tidak boleh makan yang asam-asam, jika pantangan dilanggar khasiat yang ada dalam racun dipercaya masyarakat akan tidak ampuh. Pembuatan racun harus jauh dari kaum wanita dan dibuat diluar rumah.
Kandungan-kandungan yang terdapat pada racun di ujung anak panah diantaranya bahan ragi (tumbuhan khas Mentawai yang mengandung racun), doro (cabe rawit), laingek (akar tubah yang jika diperas mengeluarkan cairan putih), baklau (sejenis lengkuas). Pembuatan racun ini disertai dengan mantra-mantra dan semua bahan diramu. Racun panah ini tidak ada penawarnya, berakibat fatal jika mengenai manusia, ujung anak panah yang diberi racun sekitar 12 cm di bagian ujung yang runcing dan ujung anak panah dirancang supaya mudah patah jika masuk ke dalam tubuh hewan buruan.
Cara pembuatan bukbuk (tabung anak panah), bambu sebagai bahan dasar dipotong satu ruas dengan panjang 1 m, diameter bambu yang diambil 15 cm. Bambu yang telah dipotong ujung-ujungnya dirapikan menggunakan parang. Setelah dirapikan bagian ujung bambu dipotong sepanjang 15 cm untuk dijadikan tutup tabung. Bambu yang digunakan untuk menyimpan anak panah harus dipilih yang kualitasnya baik, ujung bambu atas yang sudah di potong dibuat tipis untuk memudahkan tutup tabung mudah masuk. Bahan lain yang harus dicari adalah babulak (pelepah sagu) untuk membalut tabung supaya erat. Selanjutnya menjalin serabut buah kelapa yang dibikin tali untuk gantungan tabung.

Foto 17. Sebelah kanan (buk-buk tabung anak panah yang dilapisi pelepah daun sagu dengan tali serabut kelapa yang dijalin). Sebelah kiri (Perisai dari jalinan kayu dan rotan dilengkapi dengan tempurung kelapa di bagian tengah)

Dari tiga alat tersebut. busur, anak panah dan tabung. yang sering dibuat adalah anak panah. Sebab dalam perburuan yang sering hilang atau yang ditembakkan adalah anak panah, pembuatan keseluruhan membutuhkan waktu 2-3 minggu. Dalam perburuan di Mentawai diatur menurut garis umur dan kematangan. Anak yang berumur 5-9 tahun belajar memanah dengan panahan yang terbuat dari bambu dan anak panah tidak beracun. Di umur 5-9 tahun ini anak-anak bermain sambil belajar memanah.
Ada pesta yang harus dilakukan oleh keluarga sebelum anak laki-laki yang berumur 10 tahun sebelum pergi berburu ke hutan. Keluarga yang laki-laki akan berburu ke hutan mencari monyet jantan, setelah mendapat monyet jantan mereka melaksanakan pesta di rumah yang melibatkan kerabat dekat atau kerabat seuma. Setelah berpesta dengan memasak monyet jantan yang disyaratkan, disertai juga dengan tari-tarian baru boleh seorang anak laki-laki ikut dalam perburuan ke hutan. Jika pesta tidak dilakukan yang ditakutkan jika anak pergi berburu akan terjadi musibah yang menimpa sang anak.

Sejarah Ringkas Panahan Di desa Madobak

2. Sejarah ringkas panahan di Desa Madobak Kecamatan Siberut Selatan
Membahas sejarah panahan tidak ada yang tahu kapan manusia pertama kali menggunakan busur dan anak panah, di Indonesia yang bisa mengambarkan panahan adalah cerita-cerita wayang kuno dengan tokoh mahabrata dan sejarah kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia.
Sedang di Pulau Siberut sama persis dengan sejarah panahan di Dunia, tidak ada yang tahu pasti kapan Pulau Siberut pertama kali ditempati dan kapan orang mentawai pertamakali melakukan panahan, dari hasil penelitian Pulau Siberut sudah berpisah dari daratan Asia 500 ribu tahun yang lalu, dalam cerita orang mentawai asal mereka dari Pulau Nias sebelah Utara dari Pulau Siberut.
Orang Belanda datang pertama kali ke Muara Siberut tahun 1833, dari cerita mulut ke mulut yang peneliti dengar dari beberapa hasil wawancara, orang Belanda pada masa itu marah dan menghukum orang Mentawai yang perang atau saling membunuh antara suku aliran Sungai di Mentawai.
Dalam hal saling membunuh ini sangat menarik perhatian penulis, antar daerah aliran sungai di Siberut pada zaman dahulu sering terjadi perang contohnya orang Sarereiket (Desa Madobak) dengan orang Simatalu di Pantai Utara sebelah barat Siberut, Jika kedua suku ini bertemu di hutan mereka akan menggunakan panah yang mereka bawa untuk saling membunuh. Sungai Sarereiket berhulu ke Tri Oinan (perbukitan). Aliran Sungai Simatalu juga berhulu ke tempat yang sama. Dari hasil wawancara dengan Tokoh masyarakat ugai, Bapak johanes jabley / Tanggal Jumat / 28 Mei 2010 beliau menjelaskan:
“ Siburu puna teteu mai, sia kamadobak samba kasimatalu marairai rapasakgak, cisia urau-rau poali sia katalak batak kara patakki-takki para patagele rad leu eddo. Ala utera samatalu oni kamadobak, tapei raratei ake ulajo sa bauki, makere leu edda sia simatalu ala raola utekra sia samadobak onikasimatalu pulajarat beine, lepanaleu edda pana maian kap sasareu are pakiloi-kiloi mata ane e”

“Pada zaman nenek moyang, orang Madobak dan orang Simatalu sering saling membunuh contoh orang Madobak pergi berburu ke hutan dan bertemu dengan orang Simatalu maka akan terjadi saling menembak menggunakan panah, jika meninggal orang Simatalu kepala dan tangan kanan nya akan dibawa ke Madobak dan nenek moyang kami akan berpesta, kepala yang dibawa akan ditancapkan ke sebuah kayu dan nenek moyang kami akan menari di sekeliling kepala sebelum kepala itu dikuburkan. Begitu sebaliknya, jika orang Madobak yang meninggaal kepala orang Madobak akan dibawa ke Simatalu”.


Foto 5. Wawancara dengan bapak Johanes Jablay membahas sejarah panahan
Hal itu seirama dengan ungkapan yang di utarakan oleh bapak Sarimani, Sikere (dukun) di Dusun Rokdog, Dari hasil wawancara dengan Bapak Sarimani beliau menjelaskan. Wawancara hari / tanggal - Sabtu / 29 Mei 2010
“ Siburu penu teteu mai kasei le moi kasei le moi sasareu kapulakgajat mai pana, le tanai sipooni sia lapamuian kakap sasareu, sambaleu le tanai titik ra lepanaan patarek ngan le rateunu mateiama”

“Pada zaman nenek moyang siapapun yang datang ke tempat kami asal tidak ada motif tato yang melambangkan orang Sarereiket (Madobak) akan langsung dipanah, perang tidak dengan orang simatalu saja tapi dengan seluruh suku di mentawai”

Foto 6. Bapak sarimani Bercerita tentang sejarah panahan di Desa madobak

Dari hasil wawancara di atas dan penulis hubungkan juga dengan hasil observasi di lapangan bisa di jelaskan. Saling membunuh bukan dengan orang Simatalu saja, tapi dengan daerah aliran sungai yang lain. Contoh aliran Sungai Saibi, aliran Sungai Sanggalubek dan dengan penduduk aliran sungai yang lain.
Bapak Damianus mengungkapkan juga, hasil wawancara Hari / tanggal Kamis / 27 Mei 2010
“Orang Belanda dan Pemerintah adalah penolong kami karena dengan adanya orang Belanda dan aturan dari pemerintah kami terhindar dari pertikaian dan saling membunuh pada zaman dahulu”

Bapak Damianus menjelaskan juga Orang Belanda pada zaman dahulu marah dan menghukum orang Mentawai yang saling membunuh menggunakan panah, pertikaian ini berdamai dan hilang setelah kemerdekaan.
Dari hasil wawancara diatas dapat diambil inti, masyarakat Madobak telah melakukan panahan pada tahun 1832 dengan menghubungkan kedatangan orang belanda ke Siberut dan hasil wawancara yang menjelaskan orang Belanda marah dan menghukum Orang Mentawai yang saling membunuh menggunkana panah. Jadi perkembangan teknologi dan pemerintahan menghilangkan pertikaian antar masyarakat di Siberut pada zaman dahulu, satu lagi yang harus menjadi catatan adalah biografi Mentawai pertama kali dibuat oleh Orang Belanda, banyak catatan-catatan penting dalam bahasa Belanda yang tidak diketahui oleh masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Barat. Padahal mengetahui hal ini sangat penting untuk mengetahui bagaimana Pulau Mentawai pada zaman dahulu, bagaimana masyarakatnya, bagaimana kebudayaannya dan yang terpenting sekali tentang panahan di pulau terluar sebelah Barat Indonesia ini.
Penelitian lanjutan dan yang mendalam sangat dibutuhkan sekali untuk mengetahui bagaimana sejarah panahan di Mentawai. Apakah ada hubungan antara kebudayaan dengan panahan? Apakah pada zaman dahulu semua orang Mentawai mahir menggunakan panah? Semua menjadi pertanyaan besar bagi kita semua. Pertanyaan yang harus dijawab dengan penelitian dan semua hasil itu mudah-mudahan nanti bisa bermanfaat bagi kita semua.

Ekonomi Masyarakat Desa Madobak

c. Ekonomi masyarakat Desa Madobak
Sumber daya alam yang melimpah, Desa aliran sungai yang subur ini belum bisa dikelola secara baik oleh masyarakat, Dahulunya semua kebutuhan terpenuhi oleh masyarakat pedalaman mentawai. Semua hasil hutan dan ladang belum bisa dimanfaatkan secara maksimal. Yang ditanam berupa pisang, umbi-umbian, sagu, keladi, semua tanaman itu tumbuh dengan subur. Sebelum orang Belanda datang dan pedagang-pedagang dari daratan Sumatra memasarkan barang-barang baru, masyarakat asli Mentawai belum mengenal logam dalam kehidupan sehari-hari, pedagang-pedagang dari Sumatra berpengaruh besar terhadap kebudayaan Mentawai, hal-hal baru yang masuk sedikit demi sedikit mempengaruhi kebudayaan Mentawai dengan hal-hal baru.
Masyarakat asli Mentawai tidak mengalami masalah dalam memenuhi gizi, sebab hasil-hasil ladang dan hasil alam disekitar sangat melimpah, pekerjaan orang mentawai dibagi pergender. Dalam kehidupan sehari-hari, penduduk laki-laki berburu kehutan sambil mencari hasil-hasil hutan berupa manau, rotan, dan berladang. Sedang yang perempuan berburu ikan disungai, mencari umbi-umbian dan mengolah makanan, karbohidrat dipenuhi dengan sagu, keladi, dan umbi-umbian. Protein dipenuhi dengan ikan-ikan sungai, hewan buruan, dan hewan peliharaan. Vitamin-vitamin lain dipenuhi dengan buah-buahan yang melimpah di mentawai.

Foto 4. Tanaman talas yang tumbuh Subur di Desa Madobak

Sebelum Belanda datang ke Muara Siberut tahun 1832 dan pedagang-pedagang tanah tepi (dari Daratan Sumatra) masuk ke Mentawai tidak ada golongan ekonomi bagi masyarakat mentawai sebab semua kebutuhan pada waktu itu bisa dipenuhi oleh masyarakat Mentawai dengan cara memanfaatkan hasil-hasil alam yang ada disekitar tempat tinggal atau alam sekitar. Setelah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi baru terlihat perbedaan ekonomi masyarakat Mentawai, barang-barang baru yang masuk akan di usahakan dimiliki bagi masyarakat dengan hal ini akan ada yang mampu dan yang tidak, disini muncul perbedaan ekonomi bagi masyarakat asli mentawai.
Dari hasil wawancara dengan bapak Mateus Sekdes Desa Madobak, bapak sekdes mengatakan: wawancara hari / tanggal Rabu / 26 Mei 2010
“ ekonomi masyarakat Desa Madobak sangat rendah dipengaruhi oleh jarak kami yang jauh dengan pusat perdagangan di Muara Siberut. Satu lagi yang mempengaruhi ekonomi kami adalah harga jual hasil ladang atau hasil hutan sangat rendah, contohnya coklat dijual murah, pinang yang hanya 1500/kg.

Hal itu seirama dengan yang di ungkapkan oleh bapak Salester tokoh masyarakat Desa Madobak wawancara Hari / Tanggal Kamis / 27 Mei 2010
“ Banyak faktor yang mempengaruhi ekonomi kami, monopoli harga yang dilakukan oleh pedagang saat membeli hasil ladang yang kami jual, sulitnya membawa hasil ladang atau hasil hutang ke Muara Siberut, hal itu yang membuat ekonomi kami sangat rendah”.

Dari hasil wawancara tersebut penulis bisa mengambil kesimpulan, Semua faktor mempengaruhi ekonomi masyarakat Madobak, faktor geografis, monopoli harga di muara siberut, faktor dari masyarakat madobak sendiri, kebiasaan malas menjadi ciri masyarakat Mentawai secara keseluruhan. Masih kurangnya pikiran jangka panjang untuk perekonomian atau untuk pendidikan, tapi yang sama-sama kita harapkan mudah-mudahan ekonomi masyarakat Madobak berkembang pesat tanpa mempengaruhi kebudayaan yang mereka miliki.

Sosial Masyarakat Desa Madobak

Sosial masyarakat Desa Madobak hampir sama dengan masyarakat Minang Kabau dalam segi penempatan rumah, di Desa Madobak sebelum tahun 70 an satu uma (rumah) di tempati oleh 4 – 7 keluarga dari keluarga inti, sama dengan di Minang Kabau sebalum tahun 60an rumah gadang di tempati juga oleh 5 – 7 keluarga dari keluarga ibu. Beda sosial masyarakat Mentawai dengan masyarakat Minang Kabau adalah dari garis keturunan, Mentawai menurut garis keterunan ayah atau patrilinial sedang di Minang Kabau menurut garis keturunan ibu atau matrilineal.

Foto 3. Rumah-rumah di Desa madobak yang di huni satu rumah satu keluarga

Dari hasil observasi dilapangan sosial masyarakat Madobak sudah mulai berkurang ditandai dengan contoh kecil, masyarakat Desa Madobak pada umumnya tidak menempati uma seperti pada zaman dahulu, keluarga-keluarga di Desa Madobak sudah menempati rumah masing-masing. begitu juga dengan hubungan sosial antar keluarga inti, yang dahulunya 7 keluarga tinggal di satu rumah sekarang sudah berpencar menempati rumah masing-masing, hal ini otomatis mengurangi hubungan sosial masyarakat / keluarga. Yang masih bertahan sampai sekarang adalah saat punen (pesta) masyarakat dari keluarga inti atau family berkumpul untuk memeriahkan atau menyakralkan pesta baik itu pesta kematian, perta perkawinan, atau pesta-pesta lain.

Geografis Desa Madobak

a. Geografis Kecamatan Siberut selatan dan Desa Madobak
Data yang berhasil dikumpul dari informan dan hasil observasi dilapangan, maka dapat dijelaskan geografis Kecamatan Siberut Selatan dan Desa Madobak secara terperinci. Kecamatan Siberut Selatan adalah salah satu dari lima Kecamatan di Pulau Siberut Kabupaten Kepulauan Mentawai, berjarak kurang lebih 100 km dari Kota Padang. 4 Kecamatan lain diantaranya Kecamatan Siberut Barat Daya, Kecamatan Siberut Tengah, Kecamatan Siberut Utara dan Kecamatan Siberut Barat. Pulau Siberut dahulunya hanya dibagi menjadi dua Kecamatan yaitu separuh Pulau bagian Utara adalah Kecamatan Siberut Utara dan separuh Pulau bagian Selatan termasuk kedalam Kecamatan Siberut Selatan, tahun 2008 Pulau Siberut dimekarkan menjadi lima Kecamatan.
Luas Kecamatan Siberut Selatan 508,33 km² dengan ibu kota Kecamatan Muara Siberut, dengan letak geografis 1º57' 00" - 1º42'00" LS. 98º48'00" - 99º18' 00" BT. Ada lima Desa di Kecamatan Siberut Selatan diantaranya Desa Madobak di aliran Sungai Sarereiket, Desa Matotonan di hulu sungai Sarereiket, Desa Muntei di aliran Sungai Salooinan, Desa Maileppet di tepi laut sebelah Timur dan Desa Muara Siberut sebagai pusat pemerintahan Kecamatan dan pusat perdagangan. Dengan jumlah penduduk kelima Desa ini 7230 jiwa.
Muara Siberut sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Siberut Selatan juga menjadi pusat perdagangan dan pusat pendidikan, walau Kecamatan Siberut Barat Daya dan Kecamatan Siberut Tengah sudah terbentuk menjadi Kecamatan-kecamatan baru tapi peran Muara Siberut sebagai pusat perdagangan dan pusat pendidikan tidak terpengaruh oleh pemekaran wilayah ini. Ditandai dengan masih banyaknya di bawa hasil perkebunan dan hasil-hasil hutan ke Muara Siberut, begitu juga dengan pendidikan, Muara Siberut menjadi pusat pendidikan bagi siswa yang berasal dari Kecamatan Siberut Barat Daya dan Kecamatan Siberut Tengah.

Foto 1. Peta Pulau Siberut dengan batas Kecamatan dan aliran Sungai

Ada lima Desa di Kecamatan Siberut Selatan diantaranya, Desa Muara Siberut, Desa Matotonan, Desa Maileppet, Desa Muntei, Desa Madobak. Penelitian difokuskan di Dusun Ugai Desa Madobak, jarak dari Muara Siberut ke Desa Madobak 34 km dengan akses satu-satunya menyusuri sungai Sareireiket yang bermuara ke Muara Siberut, waktu tempuh dari Muara Siberut ke Desa Madobak 3 – 4 jam menggunakan pompong atau bot.
Desa Madobak dibagi atas 3 Dusun, Dusun paling selatan adalah Dusun Rokdok, Dusun Madobak sebagai pusat Desa dan Dusun Ugai terletak di paling Utara. Desa Madobak berpenduduk 1700 jiwa pada tahun 2008, Desa aliran sungai ini bisa dibilang baru bangkit dari keterasingan, jika kita naik pompong atau bot dari Muara Siberut menyususri Sungai Sareireiket, Dusun yang akan kita jumpai pertama kali adalah Dusun Rokdok. Habis itu setelah 15 menit perjalanan Menyusuri sungai menuju hulu, baru kita temukan Dusun Madobak dan Dusun Ugai. Ketiga kampung atau dusun ini terletak di samping kiri sungai jika kita datang dari Muara Siberut.

Foto 2. Aliran sungai Sarereiket yang menghubungkan Desa Madobak
Dengan pusat Kecamatan di Muara Siberut

Faktor geografis mempengaruhi ekonomi masyarakat dan sumber daya manusia di daerah ini. Tokoh masyarakat Madobak bapak Dami Anus yang tinggal di Dusun Rokdok menyatakan, wawancara hari /tangal kamis /27 Mei 2010
“ jarak yang terlalu jauh dari pusat Kecamatan dan Sungai yang sulit untuk dilewati, sangat berpengaruh kepada ekonomi kami. Contohnya, hasil-hasil ladang dan hasil hutan sulit dibawa kepusat Kecamatan dan memakan biaya angkut yang banyak, dan anak-anak kami yang akan sekolah sangat sulit bagi kami untuk menyekolahkan mereka ke Muara Siberut.”

Pernyataan ini juga didukung oleh pernyataan bapak Kansius Kepala Dusun Ugai wawancara hari / tanggal rabu / 26 Mei 2010
“ Oinan simakangan tamalabbei tubumai, maigi la besit tubumai masiculi ake monga. Sambu jarak mai kuaili ake kai monga areu, simaam nia sia sautu mai kiapemerintah rapupali kai masibut anuand siali ake monga”

“ Sungai yang sulit di tempuh Berliku dan dangkal, membuat kami kesulitan, banyak resiko yang akan kami hadang jika mengarungi sungai saat pergi ke Muara Siberut, jarak kami dengan Muara sangat jauh, hendaknya pemerintah membuat jalan darat yang menghubungkan Desa Madobak dengan dengan Muara Siberut.”

Dari hasil wawancara di atas penulis dapat mengambil kesimpulan, faktor geografis mempengaruhi ekonomi dan pendidikan masyarakat Desa Madobak, ada harapan yang di tujukan kepada pemerintah untuk memperhatikan dan membangun desa Madobak, jarak yang jauh dengan pusat kecamatan dan memakan biaya yang banyak jika masyarakat ingin pergi ke muara siberut.